Selasa, 09 September 2014

“EKSPLORASI KESENIAN DESA-DESA SE-KECAMATAN SELO UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF”

“EKSPLORASI KESENIAN DESA-DESA SE-KECAMATAN SELO UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF”
Sugeng Riyanto, dkk
Laboratorium Pengembangan dan Pelayanan Bahasa
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura Telp. (0271) 717417- 719483
Fax. (0271) 715448 Surakarta 57102
e-mail: Sugenx-bepe20@yahoo.com


ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) memaparkan identifikasi tokoh dalam folklor untuk kajian nilai kepemimpinan dan sejarah, 2) mendeskripsikan variasi tema untuk kajian nilai pendidikan, 3) mendeskripsikan setting pada folklor untuk menggali kearifan lokal, dan 4) mendeskripsikan upaya dan pengembangan foklor untuk membentuk industri kreatif di kecamatan Selo, kabupaten Boyolali. Jenis penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data melalui metode simak dengan teknik catat, teknik dasar sadap dengan teknik lanjutan simak libat cakap. Teknik analisis data dilakukan dengan reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil Penelitian ini: (1) tokoh-tokoh yang ada di dalam folklor dapat memberikan pelajaran dari segi kepemimpinan dan sejarah, (2) nilai pendidikan yang bisa diambil dari tema folklor adalah nilai religius, kejujuran, patriotisme, kreatif, budaya, keberanian, dan patriotisme, (3) setting pada folklor yang ada di kecamatan Selo adalah tanah jawa, Jrakah, Jakarta, Trenggalek, Pesantren, Suroteleng, lereng Merapi, jurang Jamban, Kediri, Senden, alas Mbalong, Samiran, dan (4) kostum-kostum yang dipakai pada kesenian di Selo merupakan hasil kerajinan tangan dan memiliki nilai jual yang tinggi, hal ini bisa dijadikan sebagai industri kreatif di kecamatn Selo sehingga dapat menambah pemasukan bagi masyarakat Selo pada khususnya. Kesimpulan penelitian ini yaitu tokoh dalam folklor memiliki nilai kepemimpinan dan sejarah, memiliki nilai pendidian, setting pada folklor dapat menggali kearifan lokal, serta masyarakat kecamatan Selo mempunyai kerajinan tangan yang dapat dijadikan sebagai industri kreatif untuk meningkatkan ekonomi masyarakatnya.

Kata Kunci: folklor, tokoh, tema, dan setting.



PENDAHULUAN
Pembinaan dan pemeliharaan kebudayaan nasional merupakan salah satu aspek kehidupan sosial budaya yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Hal itu dilakukan dalam rangka upaya pembinaan ketahanan nasional secara keseluruhan melalui budaya. Kebudayaan sesungguhnya tidak lain adalah usaha manusia sendiri untuk meningkatkan cara hidup, baik dalam bergaul antara sesama, maupun dengan lingkungan alam sekitar yang telah diwarisi dari nenek moyang atau generasi terdahulu.
Hakikat folklor merupakan identitas lokal yang terdapat dalam kehidupan masyarakat tradisional. Rasa memiliki terhadap tradisi yang sudah mengakar dan menyejarah menyebabkan emosi masing-masing warganya menjadi manunggal. Perasaan senasib seperjuangan terbentuk oleh karena identitas lokal sudah terlebih dahulu lahir (Purwadi, 2009: 3). Folklor di nusantara ini sangat bervariasi karakter maupun tema yang diusung.  Adapun di zaman sekarang ini kebanyakan dari masyarakat enggan mendongengkan cerita kepada anaknya, sehingga kebanyakan anak sekarang tidak tahu tentang cerita rakyat.
Folklor meliputi dongeng, cerita, hikayat, kepahlawanan, adat-istiadat, lagu tata cara, kesusastraan, kesenian, dan busana daerah. Semua itu tadi merupakan milik masyarakat tradisional secara kolektif. Perkembangan folklor mengutamakan jalur lisan. Dari waktu ke waktu bersifat inovatif atau jarang mengalami perubahan. Folklor berbentuk anonim, maka seseorang atau individu tidak berhak memonopoli hak kepemilikan. Setiap anggota masyarakat boleh untuk merasa memiliki dan mengembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Folklor dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya dengan sukarela dan penuh semangat, tanpa ada paksaan. Folklor berfungsi sebagai pembentuk solidaritas sosial. Kadang-kadang penyelenggaraan folklor berkaitan erat dengan ritual mistik. Tujuannya folklor adalah untuk memperoleh ketentraman hidup (Purwadi, 2009: 2)
Menurut Dananjaya (dalam Purwadi, 2009: 1) kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama. Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain itu, yang paling penting adalah bahwa mereka memiliki kesadaran akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore merupakan tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
Folklor  merupakan salah satu  khasanah kebudayaan setiap daerah, menjadikannya sebagai pesona bagi daerah masing-masing. Hampir setiap daerah memiliki cerita-cerita rakyat yang unik dan menarik, yang dapat mewakili keberadaan daerah. Folklor yang  sering muncul biasanya mengenai asal-usul nama daerah, tempat-tempat peninggalan atau bersejarah.  Masyarakat seharusnya  lebih peduli dengan keanekaragaman cerita rakyat setiap daerahnya sendiri karena sekarang ini beberapa folklor sudah mulai luntur atau hilang. Folklor merupakan warisan nenek moyang yang juga memiliki nilai budaya yang tinggi. Adanya suatu kebudayaan merupakan wujud dari keberadaan manusia sehingga eksistensinya bisa terus berkembang.
Lunturnya ataupun hilangnya folklor dari daerah, berarti mencerminkan  hilangnya salah satu kekayaan budaya yang besar. Artinya, dalam usaha mengenal daerah-daerah untuk  pembinaan kebudayaan daerah kepada generasi penerus akan berkurang dan dapat berpengaruh terhadap kebudayaan nasional.
Folklor memiliki nilai sejarah perkembangan yang tersimpan di dalamnya. Apabila ingin mengetahui secara  lengkap dapat dilakukan penggalian informasi pengetahuan dengan melakukan penelitian. Folklor  tidak hanya terjadi begitu saja, tetapi memiliki makna implisit yang tersimpan didalamnya sebagai makna filosofis yang kaya dengan nilai- nilai pendidikan.
Di samping memiliki nilai sejarah yang tinggi folklor juga berfungsi  sebagai alat penghibur di dalam masyarakat. Folklor merupakan salah satu tempat penyimpanan nilai-nilai rohani yang kaya, dan harus tetap dipertahankan untuk kehidupan dunia modern sekarang ini. Kecamatan Selo kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah yang memiliki kekayaan folklor yang cukup banyak variasi. Hampir setiap desa memiliki folklor yang dapat mencirikan keberadaan daerahnya. Selain itu, juga banyak mengandung nilai-nilai pengetahuan. Oleh karena itu, peneliti mencoba meneliti  folklor yang ada di Kecamatan Selo.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Hal ini mengingat data dan jenis data termasuk penelitian kualitatif. Data kualitatif berwujud folklor yang terdapat di desa-desa kecamatan Selo. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode simak dan wawancara. Wawancara dilakukan kepada Bapak Haris selaku perwakilan di Kecamatan Selo, kepala sekolah SD Suroteleng 1, mbah Slamet Citro selaku sesepuh di desa Rogobelah. Data penunjang berupa dokumen folklor dari Kecamatan Selo.
Analisis data menggunakan dengan reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan. Dalam tahap ini diidentifikasi jenis-jenis folklor yang terdapat di daerah Selo. Analisis tokoh disesuaikan dengan folklor dari masing-masing daerah. Tahap berikutnya melakukan penarikan simpulan dengan verifikasi, yaitu kegiatan yang dilakukan dengan lebih mengembangkan ketelitian dengan cara berdiskusi dan memeriksa karakter tokoh dalam folklor di masing-masing daerah di kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN
1.      Identifikasi Tokoh dalam Folklor untuk Kajian Nilai Kepemimpinan dan Sejarah
            Nurgiyantoro (1995: 167-168) menyatakan bahwa tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau penyampaian pesan juga merupakan refleksi pikiran, sikap, pendirian, dan keinginan-keinginan pengarang. Berikut ini folklor dan tokoh yang ada di dalam folklor di kecamatan Selo, kabupaten Boyolali tampak pada tabel 1.
Tabel.1.  Tokoh di Folklor Atau Cerita Rakyat yang Ada di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali
No
Folklor
Asal
Tokoh
1
Khadrah/Radat
Dsn. Gunung Lor Ds. Jeruk
Sahabat nabi (yang menyiarkan Islam di Jawa)
2
Turonggo bdoyo luhur
Dsn. Mojo Ds Jeruk
Bujang gunung
3
Kuda Lumping Seto Budaya
Dsn. Bangunrejo Ds. Jrakah
Pemuda desa
4
Kuda laras
Dsn. Tosari Ds. Jrakah
Wiropati, Sindunoto, Suronoto, Tuan Henles, dan Nyai Ratu Putri
5
Jangkrik Entir
Dsn. Bangunrejo Ds. Jrakah
Panembahan Senopati dan Ki Ageng Mangir
6
Jalantur Sido Maja
Dsn. Kajor Ds. Jrakah
Pangeran Diponegoro dan Poesewalondo
7
Suro Indeng
Ds. Jrakah
Secodarmo, Adipati Trenggalek, sakban, Bariban, Baribin, Brandal, Prajurit kadipaten Trenggalek, juru ponggah, juru suropati, suo kompak, suro wedung, suro blerek
8
Kubro siswa
Dsn. Stabelan Ds. Tlogolele
Kyai yang naik haji, santri
9
Jalantur S
Suroteleng
Pangeran Diponegoro
10
Jaran Rinuci
Suroteleng
Tumenggung Proyonegoro dan sahabatnya dari Ponorogo
11
Gading Wulung
Suroteleng
Makhluk-makhluk gaib dan bambu gading wulung
12
Galunggung
Suroteleng
Rakyat (petani yang panen)
13
Jaranan Panji Budoyo
Dsn. Sumber Ds. Klakah
Panji Inu Kerta Pati, Galuh Condro Kirono, Panji Gunung Sari, Boncak, dan Doyok
14
Tri Manunggal
Dsn. Sidomulyo, Ds. Senden
rakyat, pahlawan, dan kuda lumping
15
Yaksa Manunggal
Selo Duwur
Kyai Citro, Kyai Panji Kisworo, Siswa-siswa, pemuda, dan raksasa
16
Jengglungan
Dsn. Pentangan, Ds. Samiran
Segelintir orang


Berdasarkan deskripsi di atas adalah variasi tokoh yang ada pada folklor di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.  Dapat ditarik kesimpulan bahwa tokoh-tokoh yang ada di dalam folklor dapat memberikan pelajaran dari segi kepemimpinan dan sejarah. Hal ini terbukti adanya proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan. Mempelajari kepemimpinan ini yakni  "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi. Sifat-sifat yang ada pada tokoh di atas melekat pada masyarakat dan telah dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Sementara dari segi sejarah dapat sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi tokoh-tokoh yang memerintah. Sejarah sebagai peristiwa penting masa lalu manusia memberikan pengetahuan meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis.
2.      Variasi Tema untuk  Kajian Nilai Pendidikan
Tema atau ide pokok cerita yang merupakan inti dari sebuah cerita. Fananie (2000: 84) menyatakan tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra.Adapun nilai pendidikan yang bisa diambil dari tema folklor tersebut adalah nilai religius, nilai kejujuran, nilai patriotisme, nilai kreatif, nilai budaya, nilai keberanian, dan nilai patriotrisme.
a.       Nilai religius.
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b.      Nilai kejujuran
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c.       Nilai patriotisme
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
d.      Nilai kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
e.       Nilai budaya
Perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia yang merupakan keseluruhan daya upaya manusia. Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa.
f.       Nilai demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
3.      Deskripsi Setting pada Folklor untuk Menggali Kearifan Lokal
Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Kearifan lokal sebagai pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama
Tari rakyat produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Sementara, kearifan lokal sebagai hasil proses dialektika antara individu dengan lingkungannya. Kearifan lokal sebagai respon individu terhadap kondisi lingkungannya. Pada aras individual, kearifan lokal muncul sebagai hasil dari proses kerja kognitif individu sebagai upaya menetapkan pilihan nilai-nilai yang dianggap paling tepat bagi mereka. Pada aras kelompok, kearifan lokal merupakan upaya menemukan nilai-nilai bersama sebagai akibat dari pola-pola hubungan (setting) yang telah tersusun dalam sebuah lingkungan.



DAFTAR PUSTAKA
  Fananie, Zainudin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University              Press.

Nugiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Purwadi. 2009. Folklor Jawa. Yogyakarta: Pura Pustaka.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar