Minggu, 18 Januari 2015

KAIDAH PELAFALAN BUNYI BAHASA INDONESIA

KAIDAH PELAFALAN BUNYI BAHASA INDONESIA


A.    LATAR BELAKANG
            Kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia yang diatur dalam suatu ejaan merupakan cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa Indonesia. Sering kita mendengar, orang mengucapkan atau melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan ragu-ragu. Kesalahan yang terjadi dalam pelafalan dikarenakan oleh suatu lambang atau huruf yang diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang melambangkan huruf tersebut.
Bagi sebagian besar bangsa Indonesia, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua. Bahasa pertama mereka adalah bahasa daerah masing-masing. Karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, mereka lebih banyak menggunakan bahasa daerah, dan hanya menggunakan bahasa Indonesia untuk komunikasi tertentu saja. Situasi ini akan membawa akibat lain, yaitu dalam berbahasa Indonesia ada kemungkinan unsur-unsur bahasa daerahnya akan terbawa.
Melihat sejarah perkembangan bahasa Indonesia yang hampir mencapai satu abad, tidak mudah untuk menyempurnakannya dan menjaga dari pengaruh-pengaruh bahasa lain atau bahasa asing. Bahasa Indonesia masih belum cukup mampu menahan gempuran dari bahasa-bahasa asing yang selalu mempengaruhinya. Selain ketidakmampuaannya dalam menahan gempuran, bahasa Indonesia juga masih terdapat salah kaprah penggunaanya.

RUMUSAN MASALAH
11.     Bagaimana batasan kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia ?
22.    Bagaimana ruang lingkup jenis perubahan fonem yang ada dalam kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia ? 
33. Apa saja faktor yang mempengaruhi lafal seseorang berkaitan dengan kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia ?
44.   Bagaimana problematika pelafalan fonem bahasa Indenesia ?

TUJUAN
11.     Untuk mengetahui batasan kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia.
22.   Untuk mengetahui ruang lingkup jenis perubahan fonem yang ada dalam kaidah pelafalan fonem bahasa        Indonesia.
33. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi lafal seseorang berkaitan dengan kaidah pelafalan fonem  bahasa Indonesia.
44.  Untuk mengetahui problematika pelafalan fonem bahasa Indenesia



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Batasan Kaidah Pelafalan Fonem Bahasa Indonesia
Kaidah merupakan rumusan asas yang menjadi hukum, aturan yang sudah pasti, patokan. Pelafalan berasal dari kata dasar lafal yang artinya cara seseorang atau sekelompok penutur bahasa dalam mengucapkan lambang-lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucapnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Fonem dalam KBBI merupakan satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Bahasa Misalnya /h/ adalah fonem karena membedakan makna kata harus dan arus, /b/ dan /p/ adalah dua fonem yang berbeda karena bara dan para berbeda maknanya.
Di dalam kesatuan-kesatuan fonem ada kemungkinan ucapan suatu fonem berbeda dari satu posisi ke posisi lain, berikut adalah kidah pelafalan fonem :
1.     Lafal vokal /a/
Lafal vokal /a/ dilafalkan dengan cara menarik lidah ke belakang dan ke bawah, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan mulut dibuka lebar-lebar membundar.
Ucapan vokal /a/ akan:
(1)  Menjadi agak panjang apabila berada pada suku kata terbuka.
Misalnya vokal /a/ pada suku terakhir dalam kata:
Ser-ta
(2)  Menjadi agak singkat apabila berada pada suku kata tertutup.
Misalnya vokal /a/ pada suku akhir dalam kata:
De-pan
(3)  Mendapat bunyi hamzah apabila berada pada suku terbuka yang diikuti oleh suku lain yang mulai dengan vokal /a/ juga.
Misalnya vokal /a/ pada suku pertama dalam kata:
Sa-at


2.     Lafal vokal /i/
Vokal /i/ dilafalkan dengan cara menjulurkan lidah ke depan dan ke atas, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan mulut dilebarkan dan tidak membundar.
Ucapan vokal /i/ akan:
(1)  Menjadi lebih nyaring karena posisi lidah berada lebih tinggi, apabila vokal /i/ itu:
(a)   Berada pada suku terbuka. Misalnya bunyi vokal /i/ pada suku pertama dalam kata: Pi-sah
(b)  Berada pada suku akhir tertutup dari sebuah kata dasar yang diberi akhiran –i atau akhiran –an. Misalnya vokal /i/ pada  suku kedua dalam kata: Sa-ring-an
(c)   Berada pada suku yang ditutup oleh bunyi sengau, sedangkan fonem berikutnya adalah konsonan yang homorgan dengan bunyi sengau itu. Misalnya vokal /i/ pada suku pertama dalam kata: Rim-bun
(2)  Menjadi kurang nyaring karena posisi lidah berada lebih rendah apabila vokal /i/ itu berada pada suku tertutup. Misalnya vokal /i/ pada suku akhir dalam kata: Pa-sir
(3)  Mendapat bunyi pelancar /y/ yang apabila vokal /i/ itu berada pada suku terbuka dan diikuti oleh sebuah suku kata yang dimulai dengan vokal /a/, /u/, atau /o/. Misalnya yang terdapat pada suku pertama dalam kata:
Ti-up               ucapannya                   [ tiyup ]
3.     Lafal vokal /u/
Vokal /u/ dilafalkan dengan cara menarik lidah ke belakang dan ke atas, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan bentuk mulut dibundarkan.
Ucapan vokal /u/ akan:
(1)  Menjadi lebih panjang karena posisi lidah berada lebih tinggi, apabila vokal /u/ itu:
(a)   Berada pada suku terbuka. Misalnya vokal /u/ yang terdapat pada suku akhir dalam kata: Bi-su
(b)  Berada pada suku tertutup oleh bunyi sengau dan diikuti oleh suku lain yang dimulai dengan konsonan yang homorgan dengan bunyi sengau itu. Misalnya vokal /u/ pada suku pertama dalam kata: Run-ding
(2)  Menjadi lebih singkat karena posisi lidah berada agak rendah apabila vokal /u/ itu berada pada suku kata tertutup. Misalnya vokal /u/ yang terdapat pada suku akhir dalam kata: Ka-mus
(3)  Mendapat bunyi pelancar [ w ] apabila berada pada suku kata terbuka yang diikuti oleh suku kata lain yang dimulai dengan vokal /a/, /i/, atau /e/. Misalnya vokal /u/ pada suku pertama dalam kata:
U-ang              ucapannya                   [ uwang ]
4.     Laval vokal /e/
Vokal /e/ dilafalkan dengan cara menarik lidah agak ke dalam dan ke tengah disertai dengan menghembuskan udara keluar; sedangkan bentuk mulut dilebarkan sedikit. Contoh :
(1)  Menjadi lebih panjang pada suku kata terbuka. Misalnya vokal /e/ pada suku pertama dalam kata :
Be-sar                         Le-bat                                           
(2)  Menjadi lebih singkat pada suku kata tertutup. Misalnya vokal /e/ pada suku pertama dalam kata :
Lem-bu                      Kem-bang
5.     Lafal vokal /é/
Vokal /e/ dilafalkan dengan cara menganjurkan lidah ke depan dan ke tengah disertai dengan menghembuskan udara keluar, sedangkan bentuk mulut dilebarkan. Contoh :
(1)  Menjadi agak panjang karena posisi lidah berada agak keatas, apabila vokal /é / itu :
a.      Berada dalam suku terbuka. Misalnya vokal  /é / pada suku akhir dalam kata :
Sa-té                     So-ré
b.     Berada dalam suku tertutup yang diikuti oleh suku terbuka bervokal /é / juga atau /o/. Misalnya vokal /e/ pada suku pertama dalam kata :
Tem-pe                Tem-po
(2)  Menjadi agak singkat  karena posisi lidah berada lebih rendah, apabila vokal /é / itu :
a.      Berada dalam suku kata tertutup. Misalnya vokal /e/ suku pertama dalam kata :
Ne-nek                 Deret
6.     Lafal vokal /o/
Vokal /o/dilafalkan dengan cara menarik lidah jauh ke belakang dan ke tengah, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan bentuk mulut dibundarkan. Ucapan vocal /o/ akan:
(1)  Menjadi agak panjang karena posisi lidah berada lebih tinggi, apabila vocal /o/ itu :
a.      Berada dalam suku kata terbuka. Misalnya vocal /o/ pada suku akhir, contohnya : Radio
b.     Berada dalam suku kata terbuka dan diikuti oleh suku kata terbuka juga bervokal /o/ atau /ė/. Misalnya vocal /o/ suku pertama dalam kata : Sore
c.      Berada dalam suku tertutup yang diikuti oleh suku terbuka bervokal /o/ dan / ė/. Misalnya vocal /o/ suku kata pertama dalam kata : Konde
(2)  Menjadi agak singkat karena posisi lidah berada lebih rendah, apabila :
a.      Berada dalam suku kata tertutup. Misalnya vocal /o/ suku akhir dalam kata : Kantong
b.     Berada pada suku terbuka yang diikuti oleh suku tertutup bervokal /o/ atau /e/. Misalnya vocal /o/ suku pertama dalam kata : Monyet

B.    Ruang Lingkup Jenis Perubahan Bunyi yang Ada dalam Kaidah Pelafalan Fonem Bahasa Indonesia.
Ruang lingkup jenis perubahan bunyi antara lain :
1.     Asimilasi
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau hampir sama. Hal ini terjadi karena bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi atau dipengaruhi.
                        Asimilasi Progresif
Asimilasi        Asimilasi Regresif
                        Asimilasi Resiprokal
2.     Disimilasi
Kebalikan dari asimilasi, disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda.
3.     Netralisasi
Netralisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan.
4.     Zeroisasi
Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan.
Zeroisasi ada tiga jenis, yaitu :
Jenis Zeroisasi
Pengertian
Contoh
Aferesis
proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada awal kata
Tetapi menjadi tapi

Apokop
proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada akhir kata
President menjadi Presiden

Sinkop
proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada tengah kata
Baharu menjadi Baru


5.     Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing, dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang mengalami metatesis tidak banyak.
Misalnya : Kerikil menjadi Kelikir
Metatesis ini juga bisa dilihat secara diakronis.
Misalnya : Lemari berasal dari bahasa Portugis Almari
6.     Diftongisasi
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Perubahan dari vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan sehingga tetap dalam satu silaba. Misalnya :
Teladan [teladan] menjadi tauladan [tauladan]
vocal [e] menjadi [au]
7.     Monoftongisasi
Kebalikan dari diftongisasi, monoftongisasi yaitu perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) menjadi vokal tunggal (monoftong). Peristiwa penanggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-bunyi diftong. Misalnya :
Kalau [kalau] menjadi [kalo]
Danau [danau] menjadi [dano]



8.     Anaptiksis
Anaptiksis atau suara bakti adalah perubahan dengan jalan menambahkan bunyi vokal tertentu diantara dua konsonan untuk memperlancar ucapan. Bunyi yang biasa ditambahkan adalah bunyi vokal lemah yang biasa terdapat dalam klutser. Misalnya :
Putra menjadi putera [putәra]
Apabila dikelompokkan anaptiksis ini ada tiga jenis, yaitu :
Jenis Anaptiksis
Pengertian
Contoh
Protesis
proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada awal kata
Mpu  menjadi  empu

Epentesis
penambahan atau pembubuhan bunyi pada tengah kata
Kapak menjadi kampak
Paragog
proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada akhir kata
Adi menjadi adik


C.    Faktor yang Mempengaruhi Lafal Seseorang Berkaitan dengan Kaidah Pelafalan Fonem Bahasa Indonesia
Dalam suatu pefalan atau pengucapan bunyi yang dilakukan oleh seseorang memiliki hambatan-hambatan tertentu yang menyebabkan bunyi yang diucapkan terdengar berbeda dengan bunyi yang sebenarnya dilafalkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pelafalan seseorang, diantaranya :
a.      Tempat tumbuh
Lingkungan yang mempengaruhi proses pertumbuhan seseorang, keluarga atau masyarakat dimana seseorang itu tumbuh akan sangat mempengaruhi tutur kata dan bahasa yang diucapkan oleh orang yang bertempat tinggal di daerah itu. 
b.     Tempat tinggal
Seorang yang bertempat tinggal di daerah perkotaan dan daerah perdesaan akan berbeda bahasa yang diucapkannya. Seorang yang bertempat tinggal di daerah perkotaan bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa nasional (bahasa Indonesia) berbeda dengan yang bertempat tinggal di perdesaan mereka umumnya mengunakan bahasa daerahnya.  
c.      Etnis
Berdasarkan sukunya bahasa seseorang telah mendarah daging atau melekat pada diri seseorang itu sehingga kemanapun orang itu pergi tetap logat kesukuannya masih melekat dalam setiap perkataaanya.
d.     Kelas sosial
Berdasarkan lapisan masyarakat, seorang yang berasal dari lapisan masyarakat atas akan berbeda dalam pengucapan dan pelafalan bahasanya dengan masyarakat yang berada pada lapisan masyarakat bawah.
e.      Pendidikan
Seseorang yang berpendidikan  tinggi dan seorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dalam bahasa yang diucapkan, dari segi bahan pembicaraan, pelafalan, tutur kata dan kosakata yang lebih banyak digunakan dalam kegiatan berbicara setiap harinya.


D.    Problematika Pelafalan Fonem Bahasa Indenesia
Problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu “problematic” yang artinya persoalan atau masalah, sedangkan dalam bahasa Indonesia problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang menimbukan permasalahan. Permasalahan yang sering terjadi dan masih sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan pelafalan fonem atau bunyi bahasa Indonesia sangatlah banyak. Contoh kaidah pelafalan, misalnya pelafalan bunyi /h/. Pelafalan bunyi /h/ mempunyai aturan dalam kaidah bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan jelas, seperti dalam kata mahal, pohon, luhur, leher, sihir. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang berbeda dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak kedengaran, seperti pada kata tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya dilafalkan dengan bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit.
Contoh pelafalan kata yang lain yaitu kata “Apa” diucapkan oleh orang Betawi menjadi “Ape”, pohon diucapkan menjadi “pu’un”, dalam pelafalan orang Tapanuli atau Batak pengucapan /e/ umumnya berubah menjadi /ε/, seperti kata benar menjadi kata bεnar. Pada bahasa daerah Bali dan Aceh pengucapan huruf /t/ dan /d/ terdengar hampir sama, misalnya kata “teman” terdengar menjadi “deman”. Di Jawa khususnya di daerah Jawa Tengah pengucapan huruf /b/ sering diiringi dengan bunyi /m/, misalnya “Bali” menjadi “mbali”, besok menjadi “mbesok”. Di samping dipengaruhi oleh bahasa daerah, pelafalan kata sering dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari yang tidak baku. Contoh:
No
Lafal yang benar
Lafal yang salah
1
Telur
Telor
2
Kursi
Korsi
3
Lubang
Lobang
4
Kantong
Kant0ng
5
Senin
Senen
6
Rabu
Rebo
7
Kamis
Kemis
8
Kerbau
Kebo



BAB III
PENUTUP

a.    Simpulan
Kaidah Pelafalan Fonem Bahasa Indonesia merupakan suatu aturan dalam seseorang atau sekelompok orang mengucapkan bunyi bahasa secara baik dan benar dalam pelafalan bahasa sehingga mampu membedakan makna suatu kata. Dalam kesatuan fonem, ucapan suatu fonem dapat berbeda dari satu posisi ke posisi lain yang menyebabkan bunyi itu berubah. Adapun perubahan bunyi itu antara lain, asimilasi, disimilasi, netralisasi, zeroisasi, metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, anaptiksis. Faktor yang mempengaruhi pelafalan fonem bahasa yaitu tempat tumbuh, tempat tinggal, etnis, kelas sosial, dan pendidikan.

b.   Saran
Kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia masih jarang diperhatikan oleh seseorang dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar, sebaiknya kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia ini dapat diterapkan sebagaimana mestinya agar dalam mengucapkan bunyi bahasa Indonesia dapat sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

            Alisjahbana, S. Takdir.1983. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat.
Chaer, Abdul. 2007. Lingusistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
            Muslich, Masnur. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif.                     Jakarta: Bumi Aksara.
Muslich, Mansur. 2010. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa                      Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
           



KAIDAH PELAFALAN BUNYI BAHASA INDONESIA


A.    LATAR BELAKANG
            Kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia yang diatur dalam suatu ejaan merupakan cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa Indonesia. Sering kita mendengar, orang mengucapkan atau melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan ragu-ragu. Kesalahan yang terjadi dalam pelafalan dikarenakan oleh suatu lambang atau huruf yang diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang melambangkan huruf tersebut.
Bagi sebagian besar bangsa Indonesia, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua. Bahasa pertama mereka adalah bahasa daerah masing-masing. Karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, mereka lebih banyak menggunakan bahasa daerah, dan hanya menggunakan bahasa Indonesia untuk komunikasi tertentu saja. Situasi ini akan membawa akibat lain, yaitu dalam berbahasa Indonesia ada kemungkinan unsur-unsur bahasa daerahnya akan terbawa.
Melihat sejarah perkembangan bahasa Indonesia yang hampir mencapai satu abad, tidak mudah untuk menyempurnakannya dan menjaga dari pengaruh-pengaruh bahasa lain atau bahasa asing. Bahasa Indonesia masih belum cukup mampu menahan gempuran dari bahasa-bahasa asing yang selalu mempengaruhinya. Selain ketidakmampuaannya dalam menahan gempuran, bahasa Indonesia juga masih terdapat salah kaprah penggunaanya.

RUMUSAN MASALAH
11.     Bagaimana batasan kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia ?
22.    Bagaimana ruang lingkup jenis perubahan fonem yang ada dalam kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia ? 
33. Apa saja faktor yang mempengaruhi lafal seseorang berkaitan dengan kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia ?
44.   Bagaimana problematika pelafalan fonem bahasa Indenesia ?

TUJUAN
11.     Untuk mengetahui batasan kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia.
22.   Untuk mengetahui ruang lingkup jenis perubahan fonem yang ada dalam kaidah pelafalan fonem bahasa        Indonesia.
33. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi lafal seseorang berkaitan dengan kaidah pelafalan fonem  bahasa Indonesia.
44.  Untuk mengetahui problematika pelafalan fonem bahasa Indenesia



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Batasan Kaidah Pelafalan Fonem Bahasa Indonesia
Kaidah merupakan rumusan asas yang menjadi hukum, aturan yang sudah pasti, patokan. Pelafalan berasal dari kata dasar lafal yang artinya cara seseorang atau sekelompok penutur bahasa dalam mengucapkan lambang-lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucapnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Fonem dalam KBBI merupakan satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna. Bahasa Misalnya /h/ adalah fonem karena membedakan makna kata harus dan arus, /b/ dan /p/ adalah dua fonem yang berbeda karena bara dan para berbeda maknanya.
Di dalam kesatuan-kesatuan fonem ada kemungkinan ucapan suatu fonem berbeda dari satu posisi ke posisi lain, berikut adalah kidah pelafalan fonem :
1.     Lafal vokal /a/
Lafal vokal /a/ dilafalkan dengan cara menarik lidah ke belakang dan ke bawah, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan mulut dibuka lebar-lebar membundar.
Ucapan vokal /a/ akan:
(1)  Menjadi agak panjang apabila berada pada suku kata terbuka.
Misalnya vokal /a/ pada suku terakhir dalam kata:
Ser-ta
(2)  Menjadi agak singkat apabila berada pada suku kata tertutup.
Misalnya vokal /a/ pada suku akhir dalam kata:
De-pan
(3)  Mendapat bunyi hamzah apabila berada pada suku terbuka yang diikuti oleh suku lain yang mulai dengan vokal /a/ juga.
Misalnya vokal /a/ pada suku pertama dalam kata:
Sa-at


2.     Lafal vokal /i/
Vokal /i/ dilafalkan dengan cara menjulurkan lidah ke depan dan ke atas, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan mulut dilebarkan dan tidak membundar.
Ucapan vokal /i/ akan:
(1)  Menjadi lebih nyaring karena posisi lidah berada lebih tinggi, apabila vokal /i/ itu:
(a)   Berada pada suku terbuka. Misalnya bunyi vokal /i/ pada suku pertama dalam kata: Pi-sah
(b)  Berada pada suku akhir tertutup dari sebuah kata dasar yang diberi akhiran –i atau akhiran –an. Misalnya vokal /i/ pada  suku kedua dalam kata: Sa-ring-an
(c)   Berada pada suku yang ditutup oleh bunyi sengau, sedangkan fonem berikutnya adalah konsonan yang homorgan dengan bunyi sengau itu. Misalnya vokal /i/ pada suku pertama dalam kata: Rim-bun
(2)  Menjadi kurang nyaring karena posisi lidah berada lebih rendah apabila vokal /i/ itu berada pada suku tertutup. Misalnya vokal /i/ pada suku akhir dalam kata: Pa-sir
(3)  Mendapat bunyi pelancar /y/ yang apabila vokal /i/ itu berada pada suku terbuka dan diikuti oleh sebuah suku kata yang dimulai dengan vokal /a/, /u/, atau /o/. Misalnya yang terdapat pada suku pertama dalam kata:
Ti-up               ucapannya                   [ tiyup ]
3.     Lafal vokal /u/
Vokal /u/ dilafalkan dengan cara menarik lidah ke belakang dan ke atas, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan bentuk mulut dibundarkan.
Ucapan vokal /u/ akan:
(1)  Menjadi lebih panjang karena posisi lidah berada lebih tinggi, apabila vokal /u/ itu:
(a)   Berada pada suku terbuka. Misalnya vokal /u/ yang terdapat pada suku akhir dalam kata: Bi-su
(b)  Berada pada suku tertutup oleh bunyi sengau dan diikuti oleh suku lain yang dimulai dengan konsonan yang homorgan dengan bunyi sengau itu. Misalnya vokal /u/ pada suku pertama dalam kata: Run-ding
(2)  Menjadi lebih singkat karena posisi lidah berada agak rendah apabila vokal /u/ itu berada pada suku kata tertutup. Misalnya vokal /u/ yang terdapat pada suku akhir dalam kata: Ka-mus
(3)  Mendapat bunyi pelancar [ w ] apabila berada pada suku kata terbuka yang diikuti oleh suku kata lain yang dimulai dengan vokal /a/, /i/, atau /e/. Misalnya vokal /u/ pada suku pertama dalam kata:
U-ang              ucapannya                   [ uwang ]
4.     Laval vokal /e/
Vokal /e/ dilafalkan dengan cara menarik lidah agak ke dalam dan ke tengah disertai dengan menghembuskan udara keluar; sedangkan bentuk mulut dilebarkan sedikit. Contoh :
(1)  Menjadi lebih panjang pada suku kata terbuka. Misalnya vokal /e/ pada suku pertama dalam kata :
Be-sar                         Le-bat                                           
(2)  Menjadi lebih singkat pada suku kata tertutup. Misalnya vokal /e/ pada suku pertama dalam kata :
Lem-bu                      Kem-bang
5.     Lafal vokal /é/
Vokal /e/ dilafalkan dengan cara menganjurkan lidah ke depan dan ke tengah disertai dengan menghembuskan udara keluar, sedangkan bentuk mulut dilebarkan. Contoh :
(1)  Menjadi agak panjang karena posisi lidah berada agak keatas, apabila vokal /é / itu :
a.      Berada dalam suku terbuka. Misalnya vokal  /é / pada suku akhir dalam kata :
Sa-té                     So-ré
b.     Berada dalam suku tertutup yang diikuti oleh suku terbuka bervokal /é / juga atau /o/. Misalnya vokal /e/ pada suku pertama dalam kata :
Tem-pe                Tem-po
(2)  Menjadi agak singkat  karena posisi lidah berada lebih rendah, apabila vokal /é / itu :
a.      Berada dalam suku kata tertutup. Misalnya vokal /e/ suku pertama dalam kata :
Ne-nek                 Deret
6.     Lafal vokal /o/
Vokal /o/dilafalkan dengan cara menarik lidah jauh ke belakang dan ke tengah, disertai dengan menghembuskan udara ke luar, sedangkan bentuk mulut dibundarkan. Ucapan vocal /o/ akan:
(1)  Menjadi agak panjang karena posisi lidah berada lebih tinggi, apabila vocal /o/ itu :
a.      Berada dalam suku kata terbuka. Misalnya vocal /o/ pada suku akhir, contohnya : Radio
b.     Berada dalam suku kata terbuka dan diikuti oleh suku kata terbuka juga bervokal /o/ atau /ė/. Misalnya vocal /o/ suku pertama dalam kata : Sore
c.      Berada dalam suku tertutup yang diikuti oleh suku terbuka bervokal /o/ dan / ė/. Misalnya vocal /o/ suku kata pertama dalam kata : Konde
(2)  Menjadi agak singkat karena posisi lidah berada lebih rendah, apabila :
a.      Berada dalam suku kata tertutup. Misalnya vocal /o/ suku akhir dalam kata : Kantong
b.     Berada pada suku terbuka yang diikuti oleh suku tertutup bervokal /o/ atau /e/. Misalnya vocal /o/ suku pertama dalam kata : Monyet

B.    Ruang Lingkup Jenis Perubahan Bunyi yang Ada dalam Kaidah Pelafalan Fonem Bahasa Indonesia.
Ruang lingkup jenis perubahan bunyi antara lain :
1.     Asimilasi
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau hampir sama. Hal ini terjadi karena bunyi-bunyi bahasa itu diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling mempengaruhi atau dipengaruhi.
                        Asimilasi Progresif
Asimilasi        Asimilasi Regresif
                        Asimilasi Resiprokal
2.     Disimilasi
Kebalikan dari asimilasi, disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda.
3.     Netralisasi
Netralisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan.
4.     Zeroisasi
Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan.
Zeroisasi ada tiga jenis, yaitu :
Jenis Zeroisasi
Pengertian
Contoh
Aferesis
proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada awal kata
Tetapi menjadi tapi

Apokop
proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada akhir kata
President menjadi Presiden

Sinkop
proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada tengah kata
Baharu menjadi Baru


5.     Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing, dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang mengalami metatesis tidak banyak.
Misalnya : Kerikil menjadi Kelikir
Metatesis ini juga bisa dilihat secara diakronis.
Misalnya : Lemari berasal dari bahasa Portugis Almari
6.     Diftongisasi
Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong) menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Perubahan dari vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan dalam satu puncak kenyaringan sehingga tetap dalam satu silaba. Misalnya :
Teladan [teladan] menjadi tauladan [tauladan]
vocal [e] menjadi [au]
7.     Monoftongisasi
Kebalikan dari diftongisasi, monoftongisasi yaitu perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) menjadi vokal tunggal (monoftong). Peristiwa penanggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai sikap pemudahan pengucapan terhadap bunyi-bunyi diftong. Misalnya :
Kalau [kalau] menjadi [kalo]
Danau [danau] menjadi [dano]



8.     Anaptiksis
Anaptiksis atau suara bakti adalah perubahan dengan jalan menambahkan bunyi vokal tertentu diantara dua konsonan untuk memperlancar ucapan. Bunyi yang biasa ditambahkan adalah bunyi vokal lemah yang biasa terdapat dalam klutser. Misalnya :
Putra menjadi putera [putәra]
Apabila dikelompokkan anaptiksis ini ada tiga jenis, yaitu :
Jenis Anaptiksis
Pengertian
Contoh
Protesis
proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada awal kata
Mpu  menjadi  empu

Epentesis
penambahan atau pembubuhan bunyi pada tengah kata
Kapak menjadi kampak
Paragog
proses penambahan atau pembubuhan bunyi pada akhir kata
Adi menjadi adik


C.    Faktor yang Mempengaruhi Lafal Seseorang Berkaitan dengan Kaidah Pelafalan Fonem Bahasa Indonesia
Dalam suatu pefalan atau pengucapan bunyi yang dilakukan oleh seseorang memiliki hambatan-hambatan tertentu yang menyebabkan bunyi yang diucapkan terdengar berbeda dengan bunyi yang sebenarnya dilafalkan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pelafalan seseorang, diantaranya :
a.      Tempat tumbuh
Lingkungan yang mempengaruhi proses pertumbuhan seseorang, keluarga atau masyarakat dimana seseorang itu tumbuh akan sangat mempengaruhi tutur kata dan bahasa yang diucapkan oleh orang yang bertempat tinggal di daerah itu. 
b.     Tempat tinggal
Seorang yang bertempat tinggal di daerah perkotaan dan daerah perdesaan akan berbeda bahasa yang diucapkannya. Seorang yang bertempat tinggal di daerah perkotaan bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa nasional (bahasa Indonesia) berbeda dengan yang bertempat tinggal di perdesaan mereka umumnya mengunakan bahasa daerahnya.  
c.      Etnis
Berdasarkan sukunya bahasa seseorang telah mendarah daging atau melekat pada diri seseorang itu sehingga kemanapun orang itu pergi tetap logat kesukuannya masih melekat dalam setiap perkataaanya.
d.     Kelas sosial
Berdasarkan lapisan masyarakat, seorang yang berasal dari lapisan masyarakat atas akan berbeda dalam pengucapan dan pelafalan bahasanya dengan masyarakat yang berada pada lapisan masyarakat bawah.
e.      Pendidikan
Seseorang yang berpendidikan  tinggi dan seorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dalam bahasa yang diucapkan, dari segi bahan pembicaraan, pelafalan, tutur kata dan kosakata yang lebih banyak digunakan dalam kegiatan berbicara setiap harinya.


D.    Problematika Pelafalan Fonem Bahasa Indenesia
Problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu “problematic” yang artinya persoalan atau masalah, sedangkan dalam bahasa Indonesia problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang menimbukan permasalahan. Permasalahan yang sering terjadi dan masih sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan pelafalan fonem atau bunyi bahasa Indonesia sangatlah banyak. Contoh kaidah pelafalan, misalnya pelafalan bunyi /h/. Pelafalan bunyi /h/ mempunyai aturan dalam kaidah bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan jelas, seperti dalam kata mahal, pohon, luhur, leher, sihir. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang berbeda dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak kedengaran, seperti pada kata tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya dilafalkan dengan bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit.
Contoh pelafalan kata yang lain yaitu kata “Apa” diucapkan oleh orang Betawi menjadi “Ape”, pohon diucapkan menjadi “pu’un”, dalam pelafalan orang Tapanuli atau Batak pengucapan /e/ umumnya berubah menjadi /ε/, seperti kata benar menjadi kata bεnar. Pada bahasa daerah Bali dan Aceh pengucapan huruf /t/ dan /d/ terdengar hampir sama, misalnya kata “teman” terdengar menjadi “deman”. Di Jawa khususnya di daerah Jawa Tengah pengucapan huruf /b/ sering diiringi dengan bunyi /m/, misalnya “Bali” menjadi “mbali”, besok menjadi “mbesok”. Di samping dipengaruhi oleh bahasa daerah, pelafalan kata sering dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari yang tidak baku. Contoh:
No
Lafal yang benar
Lafal yang salah
1
Telur
Telor
2
Kursi
Korsi
3
Lubang
Lobang
4
Kantong
Kant0ng
5
Senin
Senen
6
Rabu
Rebo
7
Kamis
Kemis
8
Kerbau
Kebo



BAB III
PENUTUP

a.    Simpulan
Kaidah Pelafalan Fonem Bahasa Indonesia merupakan suatu aturan dalam seseorang atau sekelompok orang mengucapkan bunyi bahasa secara baik dan benar dalam pelafalan bahasa sehingga mampu membedakan makna suatu kata. Dalam kesatuan fonem, ucapan suatu fonem dapat berbeda dari satu posisi ke posisi lain yang menyebabkan bunyi itu berubah. Adapun perubahan bunyi itu antara lain, asimilasi, disimilasi, netralisasi, zeroisasi, metatesis, diftongisasi, monoftongisasi, anaptiksis. Faktor yang mempengaruhi pelafalan fonem bahasa yaitu tempat tumbuh, tempat tinggal, etnis, kelas sosial, dan pendidikan.

b.   Saran
Kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia masih jarang diperhatikan oleh seseorang dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar, sebaiknya kaidah pelafalan fonem bahasa Indonesia ini dapat diterapkan sebagaimana mestinya agar dalam mengucapkan bunyi bahasa Indonesia dapat sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam bahasa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

            Alisjahbana, S. Takdir.1983. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat.
Chaer, Abdul. 2007. Lingusistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
            Muslich, Masnur. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif.                     Jakarta: Bumi Aksara.
Muslich, Mansur. 2010. Fonologi Bahasa Indonesia Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa                      Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar