“EKSPLORASI KESENIAN DESA-DESA SE-KECAMATAN SELO UNTUK
PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF”
Sugeng Riyanto, dkk
Laboratorium
Pengembangan dan Pelayanan Bahasa
Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani
Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura Telp. (0271) 717417- 719483
Fax. (0271)
715448 Surakarta 57102
e-mail:
Sugenx-bepe20@yahoo.com
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah
1) memaparkan identifikasi tokoh dalam folklor untuk kajian nilai kepemimpinan
dan sejarah, 2) mendeskripsikan variasi tema untuk kajian nilai pendidikan, 3) mendeskripsikan
setting pada folklor untuk menggali
kearifan lokal, dan 4) mendeskripsikan upaya dan pengembangan foklor untuk
membentuk industri kreatif di kecamatan Selo, kabupaten Boyolali. Jenis
penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data melalui metode simak dengan
teknik catat, teknik dasar sadap dengan teknik lanjutan simak libat cakap.
Teknik analisis data dilakukan dengan reduksi data, sajian data, dan penarikan
kesimpulan. Hasil Penelitian ini: (1) tokoh-tokoh yang ada di dalam folklor
dapat memberikan pelajaran dari segi kepemimpinan dan sejarah, (2) nilai
pendidikan yang bisa diambil dari tema folklor adalah nilai religius,
kejujuran, patriotisme, kreatif, budaya, keberanian, dan patriotisme, (3) setting pada folklor yang ada di
kecamatan Selo adalah tanah jawa, Jrakah, Jakarta, Trenggalek, Pesantren,
Suroteleng, lereng Merapi, jurang Jamban, Kediri, Senden, alas Mbalong,
Samiran, dan (4) kostum-kostum yang dipakai pada kesenian di Selo merupakan
hasil kerajinan tangan dan memiliki nilai jual yang tinggi, hal ini bisa
dijadikan sebagai industri kreatif di kecamatn Selo sehingga dapat menambah
pemasukan bagi masyarakat Selo pada khususnya. Kesimpulan penelitian ini yaitu
tokoh dalam folklor memiliki nilai kepemimpinan dan sejarah, memiliki nilai
pendidian, setting pada folklor dapat
menggali kearifan lokal, serta masyarakat kecamatan Selo mempunyai kerajinan
tangan yang dapat dijadikan sebagai industri kreatif untuk meningkatkan ekonomi
masyarakatnya.
Kata
Kunci: folklor, tokoh, tema, dan
setting.
PENDAHULUAN
Pembinaan dan
pemeliharaan kebudayaan nasional merupakan salah satu aspek kehidupan sosial
budaya yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Hal itu dilakukan dalam
rangka upaya pembinaan ketahanan nasional secara keseluruhan melalui budaya.
Kebudayaan sesungguhnya tidak lain adalah usaha manusia sendiri untuk
meningkatkan cara hidup, baik dalam bergaul antara sesama, maupun dengan
lingkungan alam sekitar yang telah diwarisi dari nenek moyang atau generasi
terdahulu.
Hakikat folklor
merupakan identitas lokal yang terdapat dalam kehidupan masyarakat tradisional.
Rasa memiliki terhadap tradisi yang sudah mengakar dan menyejarah menyebabkan
emosi masing-masing warganya menjadi manunggal. Perasaan senasib seperjuangan
terbentuk oleh karena identitas lokal sudah terlebih dahulu lahir (Purwadi,
2009: 3). Folklor di nusantara ini sangat bervariasi karakter maupun tema yang
diusung. Adapun di zaman sekarang ini
kebanyakan dari masyarakat enggan mendongengkan cerita kepada anaknya, sehingga
kebanyakan anak sekarang tidak tahu tentang cerita rakyat.
Folklor meliputi
dongeng, cerita, hikayat, kepahlawanan, adat-istiadat, lagu tata cara,
kesusastraan, kesenian, dan busana daerah. Semua itu tadi merupakan milik
masyarakat tradisional secara kolektif. Perkembangan folklor mengutamakan jalur
lisan. Dari waktu ke waktu bersifat inovatif atau jarang mengalami perubahan.
Folklor berbentuk anonim, maka seseorang atau individu tidak berhak memonopoli
hak kepemilikan. Setiap anggota masyarakat boleh untuk merasa memiliki dan
mengembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Folklor dilestarikan
oleh masyarakat pendukungnya dengan sukarela dan penuh semangat, tanpa ada
paksaan. Folklor berfungsi sebagai pembentuk solidaritas sosial. Kadang-kadang
penyelenggaraan folklor berkaitan erat dengan ritual mistik. Tujuannya folklor
adalah untuk memperoleh ketentraman hidup (Purwadi, 2009: 2)
Menurut
Dananjaya (dalam Purwadi, 2009: 1) kata
folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris. Kata tersebut
merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk
dan lore. Kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik,
sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial
lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut,
mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama. Namun, yang
lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yaitu
kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua
generasi, yang telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain itu, yang paling
penting adalah bahwa mereka memiliki kesadaran akan identitas kelompok mereka
sendiri. Kata lore merupakan
tradisi dari folk, yaitu sebagian
kebudayaan yang diwariskan secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai
gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
Folklor merupakan salah satu khasanah kebudayaan setiap daerah,
menjadikannya sebagai pesona bagi daerah masing-masing. Hampir setiap daerah
memiliki cerita-cerita rakyat yang unik dan menarik, yang dapat mewakili
keberadaan daerah. Folklor yang sering
muncul biasanya mengenai asal-usul nama daerah, tempat-tempat peninggalan atau
bersejarah. Masyarakat seharusnya lebih peduli dengan keanekaragaman cerita rakyat
setiap daerahnya sendiri karena sekarang ini beberapa folklor sudah mulai
luntur atau hilang. Folklor merupakan warisan nenek moyang yang juga memiliki
nilai budaya yang tinggi. Adanya suatu kebudayaan merupakan wujud dari
keberadaan manusia sehingga eksistensinya bisa terus berkembang.
Lunturnya
ataupun hilangnya folklor dari daerah, berarti mencerminkan hilangnya salah satu kekayaan budaya yang
besar. Artinya, dalam usaha mengenal daerah-daerah untuk pembinaan kebudayaan daerah kepada generasi penerus
akan berkurang dan dapat berpengaruh terhadap kebudayaan nasional.
Folklor memiliki
nilai sejarah perkembangan yang tersimpan di dalamnya. Apabila ingin mengetahui
secara lengkap dapat dilakukan
penggalian informasi pengetahuan dengan melakukan penelitian. Folklor tidak hanya terjadi begitu saja, tetapi
memiliki makna implisit yang tersimpan didalamnya sebagai makna filosofis yang
kaya dengan nilai- nilai pendidikan.
Di samping
memiliki nilai sejarah yang tinggi folklor juga berfungsi sebagai alat penghibur di dalam masyarakat.
Folklor merupakan salah satu tempat penyimpanan nilai-nilai rohani yang kaya,
dan harus tetap dipertahankan untuk kehidupan dunia modern sekarang ini. Kecamatan
Selo kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah yang memiliki kekayaan
folklor yang cukup banyak variasi. Hampir setiap desa memiliki folklor yang
dapat mencirikan keberadaan daerahnya. Selain itu, juga banyak mengandung
nilai-nilai pengetahuan. Oleh karena itu, peneliti mencoba meneliti folklor yang ada di Kecamatan Selo.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis
penelitian kualitatif. Hal ini mengingat data dan jenis data termasuk
penelitian kualitatif. Data kualitatif berwujud folklor yang terdapat di desa-desa
kecamatan Selo. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode
simak dan wawancara. Wawancara dilakukan kepada Bapak Haris selaku perwakilan
di Kecamatan Selo, kepala sekolah SD Suroteleng 1, mbah Slamet Citro selaku
sesepuh di desa Rogobelah. Data penunjang berupa dokumen folklor dari Kecamatan
Selo.
Analisis data menggunakan dengan reduksi data, sajian data, dan penarikan
simpulan. Dalam tahap ini diidentifikasi jenis-jenis folklor yang terdapat di
daerah Selo. Analisis tokoh disesuaikan dengan folklor dari masing-masing
daerah. Tahap berikutnya melakukan penarikan simpulan dengan verifikasi, yaitu
kegiatan yang dilakukan dengan lebih mengembangkan ketelitian dengan cara
berdiskusi dan memeriksa karakter tokoh dalam folklor di masing-masing daerah
di kecamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Identifikasi
Tokoh dalam Folklor untuk Kajian Nilai Kepemimpinan dan Sejarah
Nurgiyantoro
(1995: 167-168) menyatakan bahwa tokoh cerita menempati posisi
strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau penyampaian
pesan juga merupakan refleksi pikiran, sikap, pendirian, dan
keinginan-keinginan pengarang. Berikut ini folklor dan tokoh yang ada di dalam
folklor di kecamatan Selo, kabupaten Boyolali tampak pada tabel 1.
Tabel.1. Tokoh di Folklor
Atau Cerita Rakyat yang Ada di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali
No
|
Folklor
|
Asal
|
Tokoh
|
1
|
Khadrah/Radat
|
Dsn.
Gunung Lor Ds. Jeruk
|
Sahabat
nabi (yang menyiarkan Islam di Jawa)
|
2
|
Turonggo
bdoyo luhur
|
Dsn.
Mojo Ds Jeruk
|
Bujang
gunung
|
3
|
Kuda
Lumping Seto Budaya
|
Dsn.
Bangunrejo Ds. Jrakah
|
Pemuda
desa
|
4
|
Kuda
laras
|
Dsn.
Tosari Ds. Jrakah
|
Wiropati,
Sindunoto, Suronoto, Tuan Henles, dan Nyai Ratu Putri
|
5
|
Jangkrik
Entir
|
Dsn.
Bangunrejo Ds. Jrakah
|
Panembahan
Senopati dan Ki Ageng Mangir
|
6
|
Jalantur
Sido Maja
|
Dsn.
Kajor Ds. Jrakah
|
Pangeran
Diponegoro dan Poesewalondo
|
7
|
Suro Indeng
|
Ds.
Jrakah
|
Secodarmo,
Adipati Trenggalek, sakban, Bariban, Baribin, Brandal, Prajurit kadipaten
Trenggalek, juru ponggah, juru suropati, suo kompak, suro wedung, suro blerek
|
8
|
Kubro
siswa
|
Dsn.
Stabelan Ds. Tlogolele
|
Kyai
yang naik haji, santri
|
9
|
Jalantur
S
|
Suroteleng
|
Pangeran
Diponegoro
|
10
|
Jaran
Rinuci
|
Suroteleng
|
Tumenggung
Proyonegoro dan sahabatnya dari Ponorogo
|
11
|
Gading
Wulung
|
Suroteleng
|
Makhluk-makhluk
gaib dan bambu gading wulung
|
12
|
Galunggung
|
Suroteleng
|
Rakyat
(petani yang panen)
|
13
|
Jaranan
Panji Budoyo
|
Dsn.
Sumber Ds. Klakah
|
Panji
Inu Kerta Pati, Galuh Condro Kirono, Panji Gunung Sari, Boncak, dan Doyok
|
14
|
Tri
Manunggal
|
Dsn.
Sidomulyo, Ds. Senden
|
rakyat,
pahlawan, dan kuda lumping
|
15
|
Yaksa
Manunggal
|
Selo
Duwur
|
Kyai
Citro, Kyai Panji Kisworo, Siswa-siswa, pemuda, dan raksasa
|
16
|
Jengglungan
|
Dsn.
Pentangan, Ds. Samiran
|
Segelintir
orang
|
Berdasarkan deskripsi di atas adalah variasi tokoh yang ada pada
folklor di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa tokoh-tokoh yang ada di dalam folklor
dapat memberikan pelajaran dari segi kepemimpinan dan sejarah. Hal ini terbukti
adanya proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya
mencapai tujuan. Mempelajari kepemimpinan ini yakni "melakukannya dalam kerja" dengan
praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi.
Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan
pengajaran/instruksi. Sifat-sifat yang ada pada tokoh di
atas melekat pada masyarakat dan telah dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang
mereka inginkan. Sementara dari segi sejarah dapat sebagai kejadian dan
peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan)
silsilah, terutama bagi tokoh-tokoh yang memerintah. Sejarah sebagai peristiwa
penting masa lalu manusia memberikan pengetahuan meliputi pengetahuan akan
kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara
historis.
2.
Variasi
Tema untuk Kajian Nilai Pendidikan
Tema
atau ide pokok cerita yang merupakan inti dari sebuah cerita. Fananie (2000:
84) menyatakan tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup yang melatarbelakangi
penciptaan karya sastra.Adapun nilai pendidikan yang bisa diambil dari tema
folklor tersebut adalah nilai religius, nilai kejujuran, nilai patriotisme,
nilai kreatif, nilai budaya, nilai keberanian, dan nilai patriotrisme.
a. Nilai
religius.
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,
dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b. Nilai
kejujuran
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan.
c. Nilai
patriotisme
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
d.
Nilai kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
e. Nilai
budaya
Perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia
yang merupakan keseluruhan daya upaya manusia. Indonesia untuk mengembangkan
harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan
dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa.
f. Nilai
demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
3. Deskripsi Setting pada Folklor
untuk Menggali Kearifan Lokal
Kearifan
lokal atau sering disebut local wisdom
dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi)
untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang
terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di
mana wisdom dipahami sebagai
kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau
bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang
terjadi. Kearifan lokal sebagai pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode
panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem
lokal yang sudah dialami bersama-sama
Tari rakyat produk budaya
masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Sementara,
kearifan lokal sebagai hasil proses dialektika antara individu dengan
lingkungannya. Kearifan lokal sebagai respon individu terhadap kondisi
lingkungannya. Pada aras individual, kearifan lokal muncul sebagai hasil dari
proses kerja kognitif individu sebagai upaya menetapkan pilihan nilai-nilai
yang dianggap paling tepat bagi mereka. Pada aras kelompok, kearifan lokal
merupakan upaya menemukan nilai-nilai bersama sebagai akibat dari pola-pola
hubungan (setting) yang telah
tersusun dalam sebuah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Fananie, Zainudin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Nugiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Purwadi. 2009. Folklor Jawa. Yogyakarta: Pura Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar